Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Faktor Intern antara lain:
- Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
- Adanya Penemuan Baru:
- Discovery: penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada
- Invention : penyempurnaan penemuan baru
- Innovation /Inovasi: pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh : kesadaran masyarakat akan kekurangan unsure dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat
- Konflik yang terjadii dalam masyarakat
- Pemberontakan atau revolusi
Faktor ekstern antara lain:
- perubahan alam
- peperangan
- pengaruh kebudayaan lain melalui difusi(penyebaran kebudayaan),
akulturasi ( pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing
sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan
budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi)
- sikap menghargai hasil karya orang lain
- keinginan untuk maju
- system pendidikan yang maju
- toleransi terhadap perubahan
- system pelapisan yang terbuka
- penduduk yang heterogen
- ketidak puasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu
- orientasi ke masa depan
- sikap mudah menerima hal baru.
Faktor Penghambat Sosial Budaya
Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya
- Kurangnya hubungan terhadap masyarakat lain ex; suku-suku bangsa yang masih di pedalaman
- Pendidikan yang terbelakang
- Masyarakat yang bersikap tradisional ; mempertahankan tradisi, penguasa yang konservatif
- Adanya kepentingan yang tertanam dengan kuat sekali pada sekelompok orang (Vested Interest) Ex: kelompok yang sudah mapan biasanya tidak menghendaki terjadi perubahan karena takut posisinya terancam, takut hidup susah
- Ketakutan akan terjadi disintegrasi
- Prasangka buruk terhadap unsure budaya asing
- Hambatan ideologis, Ex : adanya anggapan bahwa suatu perubahan bertentangan dengan suatu ajaran agama tertentu dll
Sumber: Dari wikan2004.multiply.com
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya
Terjadinya sebuah perubahan tidak
selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan tersebut diharapkan
dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga mendukung
perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak
berjalan sesuai yang diharapkan.
Faktor pendorong perubahanv
Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
Bertemunya budaya yang
berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun
berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun
budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong
terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.
2. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pendidikan merupakan
salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah
masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola
pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan
manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi
perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak.
3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
Sebuah
hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya.
Orang yang berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk
mengembangkan diri.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan
sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat
merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu,
toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang
kreatif.
5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Open stratification
atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau
horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak
lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan
sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat
mengembangkan kemampuan dirinya.
6. Penduduk yang heterogen.
Masyarakat heterogen
dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah
terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan
demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam
masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
Rasa
tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan
menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan
revolusi untuk mengubahnya.
8. Orientasi ke masa depan
Kondisi yang
senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan
perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat
masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya
penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan
zaman.
9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Usaha
merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang
tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan.
Faktor penghambat perubahan
Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, ada delapan buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.
4. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat (vested interest).
5. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan perubahan pada aspek-aspek te
6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.
Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, ada delapan buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.
4. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat (vested interest).
5. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan perubahan pada aspek-aspek te
6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.
Faktor Penghalang Proses Perubahan
Di
dalam proses perubhan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong
saja, tetapi juga ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan
tersebut. Faktor penghalang tersebut antara lain:
Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
Terlambatnya
ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut
hidup dalam keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat
lain.
Sikap masyarakat yang tradisional
Adanya
suatu sikap yang membanggakan dan memperthankan tradisi-tradisi lama
dari suatu masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan.
Karena adanya anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu
lebih baik dari yang sudah ada.
Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Organisasi
sosial yang telah mengenal system lapisan dapat dipastikan aka nada
sekelompok individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan
tersebut. Contoh, dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang
sedang mengalami transisi. Pada masyarakat yang mengalami transisi,
tentunya ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai
pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan
usaha-usaha dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka untuk melepaskan
kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Hal
ini biasanya terjadi dalam suatu masyarakat yang kehidupannya terasing,
yang membawa akibat suatu masyarakat tidak akan mengetahui terjadinya
perkenmbangan-perkembangan yang ada pada masyarakat yang lainnya. Jadi
masyarakat tersebut tidak mendapatkan bahan perbandingan yang lebih baik
untuk dapat dibandingkan dengan pola-pola yang telah ada pada
masyarakat tersebut.
Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Anggapan
seperti inibiasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal
yang pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru
dan berasal dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu
masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat ituakan memiliki
prasangka buruk terhadap hal yang baru tersebut. Karena adanya
kekhawatiran kalau hal yang baru tersebut diikuti dapat menimbulkan
kepahitan atau penderitaan lagi.
Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan
ini biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur
kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang
bertentangan dengan ideologi masyarakat yang telah menjadi dasar yang
kokoh bagi masyarakat tersebut.
Adat atau kebiasaan
Biasanya
pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu
dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Dan apabila pola perilaku yang
sudah menjadi adat tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan
sulit untuk merubahnya, karena masyarakat tersebut akan mempertahankan
alat, yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi
pendahulu-pendahulunya.
Faktor-faktor
yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut, secara umum
memang akan merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap anggota dari
suatu masyarakat umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu
yang lebih daripada yang sudah didapatnya. Hal tersebut tidak akan
diperolehnya jika masyarakat tersebut tidak mendapatkan adanya
perubahan-perubahan dan hal-hal yang baru.
Faktor
penghambat dari proses perubahan social ini, oleh Margono Slamet
dikatakannya sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada
di dalam masyarakat. kekuatan bertahan adalah kekuatan yang bersumber
dari bagian-bagian masyarakat yang:
- Menentang segala macam bentuk perubahan. Biasanya golongan yang paling rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.
- Menentang tipe perubahan tertentu saja, misalnya ada golongan yang menentang pelaksanaan keluarga berencanasaja, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan lainnya.
- Sudah puas dengan keadaan yang ada.
- Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat. Golongan ini pada dasarnya tidak menentang perubahan itu sendiri, akan tetapi tidak menerima perubahan tersebut oleh karena orang yang menimbulkan gagasan perubahan tidak dapat mereka terima. Hal ini dapat dihindari dengan jalan menggunakan pihak ketiga sebagai penyampai gagasan tersebut kepada masyarakat.
- Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan diinginkan.
Hambatan
tersebut selain dari kekuatan yang bertahan, juga terdapat kekuatan
pengganggu. Kekuatan pengganggu ini bersumber dari:
- Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan, yang dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan.
- Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat lambatnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan. Perbaikan gizi, keluarga berencana, konservasi hutan dan lain-lain, adalah beberapa contoh dari bagian itu.
- Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk kekurangan pengetahuan, tenaga ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana serta yang lainnya.
Kelas Sosial Jawa
Nang
masyarakat [[Jawa]] umume ana golongan-golongan sosiale, misal:
golongan [[Priyayi]] karo rakyat biasa. Ana maning golongan [[Santri]]
karo golongan [[Abangan]]
Kebudayaan Jawa
a.Sistem Religi dan kepercayaan
Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Jawa selain Katolik, Kristen, Hindu dan Budha serta aliran kepercayaan.
Dalam masyarakat Jawa tidak semua orang melakukan ibadahnya sesuai criteria Islam. Di pedesaan kita temukan adanya dua golongan Islam yaitu :
•Golongan Islam Santri
•Golongan Islam Kejawen, percaya kepada ajaran Islam tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun Islam.
Bagi orang Jawa upacara keagamaan berkaitan dengan selamatan :
1. Berkaitan dengan lingkaran hidup seperti kelahiran, potong rambut pertama, tingkeban (7 bulan kehamilan), perkawinan, kematian, khitan, tedhak siti.
2. Berkaitan dengan hari/bulan besar Islam
3. Berkaitan dengan kehidupan desa seperti bersih desa, masa tanam,
4.Berkaitan dengan kematian seseorang, surtanah/geblak, telung dino, mitung dino, matang puluh, nyatus, mendhak sepisan, dll
b.Sistem kekerabatan
Prinsip kekerabatan berdasarkan bilateral/parental yaitu menarik garis keturunan dari dua belah pihak ayah dan ibu. Pada masyarakat Jawa perkawinan yang dilarang adalah perkawinan panjer lanang yaitu saudara sepupu. Pola menetap setelah perkawinan bebas memilih tempat (uxorilokal-wanita, utrolokal-pria, neolokal-baru, avunkulokal-saudara ibu laki-laki)
c.Sistem kesenian
1.Seni Bangunan : rumah adat Joglo yang terdiri dari:
•Dalem yaitu ruang utama tempat tinggal keluarga
•Pringgitan tempat pertunjukan wayang
•Pendopo tempat menerima tamu dan upacara adat
2.Seni Tari :tarian terkenal Reog Ponorogo, Tayub, Srimpi, Gambyong, Wayang (Orang, kulit, beber) diiringan gamelan dan pesinden.
3.Seni Kerajinan : kain batik tulis(Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta), ukiran Jepara
d.Sistem politik
Secara administratif suatu desa di Jawa disebut kelurahan yang dipimpin lurah/begel/petinggi/glondrong. Dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh pamong desa yang mempunyai dua tugas yaitu tugas kesejahteraan dantugas kepolisian untuk keamanan dan ketertiban desa.
•Carik pembantu umum dan penulis desa
•Ulu-ulu/jagatirta mengatur irigasi
•Jagabaya menjaga keamanan desa
•Kebayanpesuruh/kurir dari lurah ke rakyat
•Modin kesejahteraan rakyat
a.Sistem Religi dan kepercayaan
Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Jawa selain Katolik, Kristen, Hindu dan Budha serta aliran kepercayaan.
Dalam masyarakat Jawa tidak semua orang melakukan ibadahnya sesuai criteria Islam. Di pedesaan kita temukan adanya dua golongan Islam yaitu :
•Golongan Islam Santri
•Golongan Islam Kejawen, percaya kepada ajaran Islam tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun Islam.
Bagi orang Jawa upacara keagamaan berkaitan dengan selamatan :
1. Berkaitan dengan lingkaran hidup seperti kelahiran, potong rambut pertama, tingkeban (7 bulan kehamilan), perkawinan, kematian, khitan, tedhak siti.
2. Berkaitan dengan hari/bulan besar Islam
3. Berkaitan dengan kehidupan desa seperti bersih desa, masa tanam,
4.Berkaitan dengan kematian seseorang, surtanah/geblak, telung dino, mitung dino, matang puluh, nyatus, mendhak sepisan, dll
b.Sistem kekerabatan
Prinsip kekerabatan berdasarkan bilateral/parental yaitu menarik garis keturunan dari dua belah pihak ayah dan ibu. Pada masyarakat Jawa perkawinan yang dilarang adalah perkawinan panjer lanang yaitu saudara sepupu. Pola menetap setelah perkawinan bebas memilih tempat (uxorilokal-wanita, utrolokal-pria, neolokal-baru, avunkulokal-saudara ibu laki-laki)
c.Sistem kesenian
1.Seni Bangunan : rumah adat Joglo yang terdiri dari:
•Dalem yaitu ruang utama tempat tinggal keluarga
•Pringgitan tempat pertunjukan wayang
•Pendopo tempat menerima tamu dan upacara adat
2.Seni Tari :tarian terkenal Reog Ponorogo, Tayub, Srimpi, Gambyong, Wayang (Orang, kulit, beber) diiringan gamelan dan pesinden.
3.Seni Kerajinan : kain batik tulis(Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta), ukiran Jepara
d.Sistem politik
Secara administratif suatu desa di Jawa disebut kelurahan yang dipimpin lurah/begel/petinggi/glondrong. Dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh pamong desa yang mempunyai dua tugas yaitu tugas kesejahteraan dantugas kepolisian untuk keamanan dan ketertiban desa.
•Carik pembantu umum dan penulis desa
•Ulu-ulu/jagatirta mengatur irigasi
•Jagabaya menjaga keamanan desa
•Kebayanpesuruh/kurir dari lurah ke rakyat
•Modin kesejahteraan rakyat
Beberapa
unsur dalam masyarakat dapat merintangi jalannya proses perubahan, baik
yang berkaitan dengan masalah sosial, psikologis, budaya, ekonomi
ataupun politik. Masalah sosial berkaitan dengan sistem stratifikasi
sosial yang kaku, ketimpangan sosial, fragmentasi komunitas, kepentingan
kelompok, dan benturan budaya kerja (mesin).
Stratifikasi
sosial memperlihatkan bahwa masyarakat terbagi ke dalam
kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan kedudukannya secara sosial,
ekonomi dan politis. Perubahan sosial seringkali direspon secara berbeda
oleh kelompok-kelompok sosial tersebut. Ada suatu perubahan yang secara
cepat dapat diterima oleh kalangan lapisan atas daripada oleh kalangan
lapisan bawah. Demikian pula sebaliknya, bahwa ada suatu perubahan yang
lebih mudah diterima oleh kalangan strata bawah daripada oleh mereka
yang berasal dari kalangan strata atas.
Dari
segi psikologis, suatu inovasi baru tidak demikian mudah dapat diterima
oleh suatu masyarakat apabila masyarakat yang bersangkutan pernah
mengalami hal buruk yang disebabkan oleh sebuah inovasi (perubahan) yang
serupa. Strategi perubahan perilaku dengan cara pemaksaan seringkali
menjadi efektif, hanya saja perlu didukung oleh strategi lain seperti
strategi persuasif yang lebih mempertimbangan kebutuhan dan kondisi
masyarakat dalam melakukan perubahan.
Sehubungan
dengan faktor budaya, suatu perubahan dapat saja mendapat rintangan
dari masyarakat oleh karena perubahan tersebut dinilai akan mengganggu
tatanan sosial yang sudah ada dan menyebabkan perubahan lain yang lebih
tinggi nilainya, serta dianggap berlawanan dengan nilai-nilai
fundamental rakyat atau kelompok-kelompok masyarakat.
Dampak
pelaksanaan kebijakan ekonomi, seperti IOE, diantaranya adalah dapat
membantu pertumbuhan industri dan memberikan lapangan pekerjaan bagi
negara-negara Dunia Ketiga. Namun tetap saja bahwa akumulasi modal sulit
direalisasikan, kekuatan perekonomian tidak mandiri dan rapuh, bahkan
melahirkan kemiskinan dan penderitaan yang lebih parah. Perubahan tidak
mengarah pada peningkatan kualitas hidup masyarakat luas.
Dalam
bidang politik, masih disadari adanya korelasi yang kuat antara
pembangunan demokrasi politik dengan keberhasilan pembangunan ekonomi
seperti kemakmuran, industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan.
Pandangan politik yang berbeda di negara maju dan Dunia Ketiga
memungkinkan terhambatnya proses perubahan masyarakat terutama dalam
akses lapisan masyarakat miskin (lapisan bawah) terhadap berbagai
sumberdaya, terutama kebijakan politik. Lapisan bawah cenderung
inferior, lapisan menengah cenderung tidak mandiri, dan lapisan atas
cenderung bertindak kasar dan kurang berpihak pada rakyat kecil.