Ini w nemu aja dari google (baca: iseng2) eh ternyata ini adalah pelajaran yang lagii w pelajari yaudah langsung w copy ke blog w <orang gak kreatif>
kalo mau liad langsung dari sumbernya juga boleh buka aja :
http://ips-mrwindu.blogspot.com/2009/04/proses-perkembangan-kolonialisme-dan.html tapi gak beda2 amad kok.. sama aja banyak tulisannya.. wakakkaa nikmatin aja deh,, ambil ilmunya aja
emang menyakitkan sih.. wakakka yaudah baca aja.. biar juara SEMANGAT !!
tulisan semua -_-"
A. Daerah Persebaran Agama Kristen di Indonesia
Masuknya agama Kristen Katholik ke Indonesia seiring dengan masuknya bangsa Portugis dan Spanyol ke Indonesia.
o Tokoh-tokoh yang menyebarkannya antara lain : Odorico de Pordonane (1321), Jaoao de Marignolli (1347), Fransiskus Xaverius (Spanyol, 1546)
o Tahun 1923 didirikan keuskupan yang meliputi wilayah Riau di Pulau Bangka dan Belitung dan di Padang, tahun 1927 didirikan di Palembang, 1937 di Makasar, 1938 di Pontianak
o Tahun 1896, Pastur Van Lith tiba di Semarang bersama Petrus Hovenaars S.J. yang bertujuan menambah tenaga misionaris di Jawa Tengah yang hanya beberapa orang saja.
Penyebaran agama Kristen di Indonesia umumnya dilakukan oleh kelompok penyebar agama (zending) asal Belanda, seperti NZG (Nederlandsch Zendelings Genootchap). Namun di beberapa daerah di Indonesia, seperti Sumatra Utara, penyebaran Agama Kristen Protestan lebih dahulu dilakukan oleh kelompok penyebaran agama dari Amerika dan Jerman.
o Tokohnya antara lain : dari Amerika tahun 1824, Burton dan Ward (Sumatera Utara), Munson dan Lyman (Sibolga), dari Belanda tahun 1853 : Van der Tuuk (Batak), G. Van Asselt (Tapanuli Selatan)
o Tahun 1861, Kristen masuk Nias, tahun 1915 jumlah penganutnya sudah 20.000 orang.
o Tahun 1926, terdapat 40.000 umat Kristen di Sulawesi.
Daerah-daerah persebaran agama Kristen dan Katholik pada masa kolonial meliputi : Maluku, Flores, Sumba, Timor, Kepulauan Kei, Sumatra Utara, Pulau Jawa (Jepara, Pati, Muntilan, Malang, Jakarta), daerah pedalaman di Kalimantan, sebagian Sulawesi dan Papua.
B. Kebijakan-Kebijaka Pemerintah Kolonial di Indonesia
1. Kebijakan Bidang Ekonomi
a. Masa Herman Williem Daendles
Menjual tanah-tanah milik Gubernemen kepada pihak Partikelir karena kesulitan keungan akibat peperangan melawan koalisi pimpinan Inggris
b. Masa Thomas Stamford Raffles
Kebijakan ekonomi liberal berdasarkan asas liberal yang disebut Landrent System (Sistem sewa tanah), ia berpendirian bahwa semua tanah adalah milik raja yang berdaulat (Inggris saat itu)
Karena adanya kesulitan keungan, Raffles bertindak sperti Daendels yaitu menerapkan wajib kerja dan mewajibkan peungutan yang pernah dihapus
c. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Van Den Bosh mengusulkan kebijakan Culturstelsel (Sistem Tanam Paksa) tahun 1830, kebijakan ini menadai kembalinya sistem paksaan dan monopoli yang dijalankan pada masa VOC (Verplichte Laverantien).
Diberlakukannya politik pintu terbuka, yaitu pemerintah Belanda membuka kesempatan kepada pihak swasta utnuk menanamkan modalnya di Indonesia.
2. Kebijakan di Bidang Politik
a. Masa Herman Williem Daendles, untuk mengimbangi besarnya ancaman Inggris di Pulau Jawa meka diterapkan kebijakan :
Merekrut banyak orang Indonesia untuk dijadikan tentara
Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya
Membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan dengan kerja rodi.
b. Masa Thomas Stamford Raffles
Membagi pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan dan tiap-tiap Karesidenan dibentuk badan pengadilan (Landrate)
c. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Memperluas pengaruh dan kekuasaannya ke seluruh wilayah Indonesia, antara lain : Lampung, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara
3. Kebijakan di Bidang Sosial Budaya
a. Masa Herman Williem Daendles
-
b. Masa Thomas Stamford Raffles
Memberikan bantuan kepada para ahli pengetahuan seperti Horsfield, Craworfd dan Mackensie untuk menyelidiki peninggalan sejarah kuno di Indonesia
Membantu lembaga-lembaga kebudayaan, seperti Lembaga Betawi, untuk memajukan kebudayaannya
Menerbitkan buku History of Java tahun 1817
c. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
-
C. Kebijakan-Kebijaka Pemerintah Kolonial di Indonesia
1. Pengaruh terhadap Kehidupan Ekonomi
Kemiskinan dan kemelaratan timbul dimana-mana karena rakyat tidak memiliki kesempatan untuk mengerjakan sawah, ladang dan peternakan mereka sendiri
Terjadinya penyimpangan kebijakan tanam paksa, diberbagai daerah seperti Demak, Purwodadi dan Cirebon banyak terjadi kelaparan.
2. Pengaruh terhadap Kehidupan Politik
Pemerintah lokal tidak lagi memiliki kekuasaan yang besar karena sering dicampuri pemerintah kolonial
Penguasa lokal tidak jarang kehilangan sebagian atau seluruh haknya atas suatu daerah
3. Pengaruh terhadap Kehidupan Sosial
Pejabat lokal yang dulu sangat berkuasa hanya menjadi pengawai pemerintah kolonial, sehingga derajat mereka seakan-akan turun di mata rakyat.
Muncul suatu kelompok masyarakat berdasarkan golongan yaitu kelompok masyarakat Eropa (Kolonial), kelompok masyarakat bangsawan dan kelompok masyarakat jelata.
4. Pengaruh terhadap Kehidupan Budaya
Tradisi barat berkembang dalam masyarakat pribumi, seperti dansa di kalangan bangsawan
Banyak tradisi kerajaan lokal yang luntur setelah campur tangan Belanda
Adanya tradisi lokal yang berakulturasi dengan budaya barat (Belanda), yang membentuk kebudayaan baru yang disebut kebudaay Indis.
D. Pemerintahan kolonial di Indonesia
1. Masa pemerintahan Daendels
Herman Williem Daendles (1762 – 1818)
Ditunjuk oleh : Raja Louis Napoleon
Menjadi : Gubernur Jenderal di Indonesia
Mendapat Julukan : Marsekal Besi
Jenderal Guntur
Mas Kalak
Tugas Pokok Daendles : Mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh
ke tangan Inggris
Sebab dicopot dari jabatan : Tidak mengindahkan tata sopan santun (1911)
Pengganti : Jan Williem Jansen
2. Masa Pemerintahan Raffles
Dalam menjalankan kebijakannya, Raffles berpatokan pada 3 hal, yaitu:
a. Segala bentuk dan penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi dihapuskan
b. Sewa tanah sedapat mungkin dibayar dengan uang, kalau tidak memungkinkan baru dibayar dengan uang (innatura)
c. Memberlakukan kebijakan ekonomi yaitu sistem pajak tanah (Landrent System)
3. Masa Pemerintahan Hindia – Belanda
Pada tahun 1830 kebijakan politik liberal berubah ke arah Koservatis. Alasan ditinggalkannya kebijakan liberal :
a. Tidak sesuai dengan sistem feodal
b. Hasil perdagangan ekspor masoh kalah bersaing dengan Inggris
c. Pemerintah mengalami defisit keuangan akibat perang Jawa (perang Diponegoro)
d. Kemerdekaan Belgia dari Belanda tahun 1830 semakin mempersulit perekonomian bangsa tersebut
Pencetus tanam paksa (Culture Stelsel) yaitu Gubernur Jendral Van Den Bosch.
Pokok-pokok kebijakan tanam paksa :
• Rakyat diwajibkan menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib, yaitu tanaman yang berkualitas Ekspor
• Lahan untuk tanaman wajib dibebaskan dari pajak Tanah
• Hasil Panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial
• Rakyat yang tidak memiliki tanah wajib, harus bekerja selama 66 hari dalam 1 tahun
• Kegagalan panen akan ditanggung pemerintah
• Penggarapan diawasi langsung oleh penguasa Pribumi
Namun dalam kebijakan itu terdapat penyimpangan antara lain :
• Tanah yang diserahkan untuk ditanami tanaman ekspor lebih dari seperlimanya bahkan kadang-kadang setengahnya
• Tanah yang dipilih untuk tanaman ekspor adalah tanah yang subur
• Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan (lebih dari 66 hari) tidak digaji dan harus membawa bekal sendiri
• Lahan untuk tanaman ekspor tetap dikenakan pajak
• Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayar tidak dibayarkan kembali kepada rakyat.
• Kegagalan panen menjadi tanggungan rakyat
Selain itu peraturan Cultur Procetan mengundang praktek penyelewenangan sehingga mengundang protes. Salah satunya adalah Douwes Dekker lewat bukunya Max Havelaar.
Pada tahun 1870 sistem tanam paksa dihapuskan dan diterapkan politik pintu terbuka. Berkenaan dengan itu, Belanda oleh STATEN GENERAL (Parlemen Belanda) mengeluarkan UU Agraria (tahun 1870). Wilayah yang menjadi kawasan pemberlakuan UU Agraria :
1. Sumatra Timur
Keterlibatan Belanda dalam bidang ekonomi diawali oleh Jacobus Nienuys, Deli, Serdang, Kangkat menjadi perkebunan yang membujur menyusuri pantai Sumatra Timur sepanjang 200 km dalam 25 tahun. Keadaan tidak berubah sejak akhir tahun 1880.
2. Jawa Timur dan Jawa Tengah
Perkebunan gula, teh, tembakau tahun 1870 dan 1885
E. Perlawanan terhadap Kolonialisme Pemerintah Belanda
1. Perlawanan Rakyat Maluku
VOC menguasai maluku sejak abad ke 17 VOC mengembangkan suatu sistem pemerintahan desa dan pendidikan desa yang menjadi pengikat kehidupan penduduk Ambon dengan serasi. Tapi sistem itu memunculkan tindak korupsi. Maka VOC memberlakukan LEVERONTIE, yaitu kewajiban menyediakan bahan bangunan dan bahan-bahan perbaikan kapalnya
Perlawanan ini berkobar di pulau Saparua dipimpin Thomas Mattulessia (Patimura) pada tahun 1817. Saat itu benteng Duurstede berhasil dihancurkan pasukan Maluku dan residen Belanda Van den Berg terbunuh. Saat Pattimura terpaksa menyerahkan diri dan dihukum mati, pemimpin perlawanan digantikan oleh Kristina Tiahahu, yang akhirnya ditangkap dan diasingkan di pulau Jawa.
2. Perlawanan rakyat Rakyat Sumatera Barat/Minangkabau (Perang Padri)
Perlawanan ini mula-mula berkobar di Minangkabau, yang dimulai dari dengan perang saudara antara kaum adat dengan kaun Paderi, tahun 1821 Belanda masuk dalam perselisihan tersebut dan memihak kepada kaum adat, sehingga berkobarlah perlawanan kaum Paderi melawan Belanda. Pimpinan Paderi mula-mula dipegang oleh Tuanku nan Renceh, kemudian oleh Datok Bendaharo, Tuanku Pasaman dan Malin Basa yang kemudian dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol.
Kaum Padri bertekad memurnikan agama Islam di Minangkabau. Kaum Padri dipimpin Tuanku Nan Renceh. Pada tanggal 28 Oktober 1827 Tuanku Imam Bonjol diundang Residen Francis untuk berunding di Papuluh. Tapi ia ditangkap dan dibuang ke Cianjur dan wafat pada 6 Noivember 1862 dimakamkan di desa Pinelang
3. Perang Diponegoro
Pada tahun 1825 Belanda membuka jalan baru dari Yogyakarta ke Magelang. Jalan itu dibatasi dengan pathok tanah dan melewati makam Pangeran Diponegoro yang menjadikannya marah
Dalam perlawanannya Pangeran Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangkubuwmi, Joyo Kusumo, Kyai Mojo, H. Mustopo dan Sentos Alibasya Prawirodirjo.
Untuk mempersempit ruang gerak Diponegoro, Jenderal de Kock menciptakan benteng Stelsel
Pertempuran meluas ke Pekalongan, Semarang, Madiun, Banyumas dan Kertosono. Pada tahun 1830 Pangeran Diponegoro diajak berunding di Magelang, de Kock berjanji jika perundingan gagal, pangeran Diponegoro bebas kembali ke markasnya. Tetapi de Kock berkhianant akhirnya Pangeran Diponegoro ditangkap pada tanggal 28 Maret 1830 dan diasingkan ke Menado kemudian dipindahkan ke Makasar dan meninggal disana tanggal 8 Januari 1855.
4. Perlawanan Rakyat Aceh (1873 – 1904)
• Inggris dan Belanda menandatangani Traktat London pada 17 Maret 1824 II yang mewajibkan Belanda menghormati kedaulatan Aceh.
• Tanggal 2 November 1871 Inggris dan Belanda bersepakat menandatangani Traktat Sumatra, yang berisi pengakuan bagi Kebebasan (termasuk Aceh) dan Inggris di Semenanjung Malaya
• Terjadinya perang Aceh disebabkan nafsu Belanda ingin menguasai daerah tersebut, kemudian menyerang Aceh pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan 3.000 tentara dipimpin Mayor Jenderal J.H.R. Kohler yang akhirnya tewas di pekarangan masjid Besar, akhirnya gagal. Pada bulan Nopember kembali menyerang dengan kekuatan 13.000 tentara dipimpin Letnan Jenderal Swieten dan berhasil merebut ibu kota yang disebut Kotapraja.
• Perlawanan laskar Aceh dipimpin oleh Panglima Polim, Tuanku Cik Di Tiro, Teuku Ibrahim, kemudian muncul Teuku Umar yang didampingi isterinya Cut Nyak Dien.
• Dr. Snouck Hurgronje dalam bukunya De Atjehers mengusulkan mengusulkan bahwa rakyat Aceh harus diadu domba dan diserang habis-habisan, akhirnya Teuku Umar gugur, Panglima Polim dan Mohammad Dawod Syah menyerah, kemudian diadakan perjanjian yang disebut Pelakat Pendek yang isinya Aceh mengakui kekuasaan Belanda dan patuh pada perintha-perintahnya dan Aceh harus bersedia tidak berhubungan dengan negara lain.
5. Perlawanan Rakyat Sumatera Utara (Tapanuli)
Perlawanan rakyat Tapanuli berlangsung selama kurang lebih 29 tahun dimulai tahun 1878 dan berakhir tahun 1907
Pada tanggal 17 Juni 1907, Si Singamangaraja XII yang memusatkan pertahanan terakhir di Dairi, gugur karena ditembak oleh belanda yang membuat perang Tapanuli berakhir.
6. Perlawanan Rakyat Bali
Berawal dari persengketaan antara Kerajaan Buleleng dan Belanda mengenai Hak Tawan Karang. Hak Tawan Karang adalah hak para raja Bali (Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Jembrana, Tabanan dan Bali), untuk merampas kapal yang terdampar di wilayah tersebut. Ternyata kapal Belanda terdampar di pantai Purancak dan Sangsit di wilayah Buleleng
• Tuntutan Pemerintah Belanda
Agar semua awak kapal serta barang barangnya dikembalikan kepada Belanda dan menuntut agar kerajaan kerajaan Bali tunduk pada Belanda
Tuntutan tersebut disampaikan kepada I Gusti Ngurah Made, raja Buleleng dengan patihnya Ketut Jelantik
Perjanjian yang ditandatangani raja Buleleng kepada Belanda
• Raja Buleleng harus menanggung semua biaya kerugian perang yang dikeluarkan Belanda
• Pasukan Belanda diizinkan menempati Buleleng
• RajaBuleleng harus membongkar semua benteng pertahanan yang terdapat di Buleleng. Berawal dari persengketaan antara Kerajaan Buleleng dan Belanda mengenai Hak Tawan
7. Perlawanan Rakyat Sulawesi Selatan
Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan telah melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Belanda antara lain kerjaan Soppeng, kerajaan Ternate yang dipimpin oleh Raja La Patau dan kerajaan Bone
Tahun 1825 kerajaan Bone berhasil ditaklukkan, sehingga mempermudah usaha Belanda menguasai kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi
8. Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan (Banjar)
Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda berlangsung hampir setengah abad. Perlawanan rakyat Banjar dapat dibagi menjadi 2 jenis jika dilihat berdasarkan corak perlawanan yaitu : Perlawanan Ofensif (mengadakan serangan) yang berlangsung tahun 1859-1863 dan Perlawanan defensif (mengadakan pertahanan) yang berlangsung tahun 1863-1905
Perlawanan dipimpin Pangeran Antasari dan akhirnya meninggal dunia tahun 1862 dan dilanjutkan oleh Gusti Matsaid, Pangeran Mas Natawijaya, Tumenggung Surapati, Tumenggung Naro, Penghulu Rasyid, Gusti Matseman dan Pangeran Perbatasari dengan siasat perang gerilya dan menyebar di berbagai wilayah sehingga Belanda mengalami kesulitan mengahadapi perlawanan ini.
F. Gerakan Perlawanan Sosial
Gerakan-gerakan para petani digolongkan menjadi 3 yaitu :
1. Gerakan para Petani (Gerakan melawan ketidakadilan)
Gerakan-gerakan para petani menunjukkan bahwa masyarakat menghendaki perbaikan kehidupan. Gerakan protes ini umumnya baru berakhir setelah para pemimpinnya ditangkap atau dibujuk oleh Pemerintah Belanda.
Ideologi pokok yang mendorong gerakan ini adalah adanya rasa dendam terhadap keadaan sosial ekonomi bagi pendukungnya
Contoh dari kasus ini adalah :
a. Kerusuhan Ciomas
Terjadi 19 Mei 1886 dipimpin Muhammad Idris di Lereng Gunung Salak (Kjawa Barat) disebabkan beban pembayaran pajak yang berat, kerja paksa, dan berbagai tindakan pemerasan lain
b. Kerusuhan di Campea Purwakarta
Terjadi Mei 1913 saat para petani mendatangi rumah Bupati dan pejabat Kontrolir untuk menuntut penurunan pajak dan tindakan, kekeliruan dalam pengukuran tanah
c. Kerusuhan di Condet Batavia
Terjadi pada 1916 di Partikelir Tanjung Oost (Condet, Jakarta Timur sekarang) dipimpin oleh Entong Gendut.
Sasarannya ialah tuan tanah yang sering melakukan pemerasan
Perusuh sempat menangkat Meester Cornelis (sekarang Jati Negara)
d. Kerusuhan di Tangerang
Terjadi 1924 dipimpin oleh Kaiin ditujukan terhadap tuan tanah atau pejabat pemerintahan di Tanah Pangkalan, Distrik Kebayoran
2. Gerakan Ratu Adil
• Dalam gerakan ini dipercaya akan muncul seorang penyelamat yang disebut Ratu Adil atau Imam Mahdi
• Terjadi di desa Sidoharjo, 27 Mei 1903, Pemimpinnya Kasan Mukmin, yang akhirnya terbunuh dalam suatu serangan yang dilakukan Belanda.
• Terjadi di Kediri dipimpin oleh Dermojoyo yang akhirnya mengalami nasib sama dengan Kyai Kasan Mukmin.
3. Gerakan Keagamaan
Salah satu gerakan keagamaan ini adalah gerakan yang dilakukan oleh kelompok Budiah pada pertengahan abad ke-19, dipimpin oleh Haji Muhammad Rifangi dari Cisalak Pekalongan
Tujuan gerakan ini adalah melawan kebobrokan yang telah merasuki kehidupan rakyat Islam di Jawa dan mengembalikan praktek-praktek keagamaan sesuai ajaran Allah SWT dan Sunnah Rasul.